JAKARTA - Pernahkah kamu mendengar lem berbahan dasar bakteri? Unik bukan? Bukan hanya unik, produk yang diberi nama Biology Bonding alias Bio Bon ini mengantarkan dua penciptanya ke Negeri Jiran, Malaysia.
Mereka adalah Hendro Utomo dan Farida Ariany, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Berasal dari bidang ilmu berbeda, mereka mengolah bakteri Caulobacter menjadi lem yang bisa digunakan dalam bangunan dan konstruksi beton.
Awalnya, Hendro berniat menciptakan lem yang bisa merekatkan kulit manusia. Dalam imajinasinya, lem yang dihasilkan bisa jadi pengganti teknik menjahit luka yang selama ini digunakan dunia kedokteran.
"Saya membayangkan sebuah lem yang bisa dipakai untuk menjahit luka di tubuh manusia," kata Hendro seperti dikutip dari ITS online, Kamis (16/2/2012).
Namun, pada perjalanan penyusunan ide, mereka menemukan hambatan. "Ide membuat lem pengganti jahit medis ternyata sulit diwujudkan, apa lagi hanya dalam jangka waktu 30 tahun," kata mahasiswa jurusan Sistem Informatika tersebut.
Setelah melakukan kajian dan literatur lebih lanjut, mereka merekonstruksi gagasan tersebut menjadi lem untuk bahan bangunan. "Selama ini lem dibuat dari bahan kimia semacam reaksi hidro karbon, untuk itu kami menggagas inovasi lain berupa lem dari bahan baku bakteri," kata mahasiswa angkatan 2008 ini menjelaskan.
Bakteri Caulobacter yang merupakan bahan baku lem ini hidup di bebatuan sepanjang dasar sungai dan laut. "Kami menemukan potensi jenis bakteri ini untuk dikembangkan menjadi lem super," ujar mahasiswa asli Sidoarjo tersebut.
Farida menyatakan, secara khusus, Bio Bon dapat digunakan untuk merekatkan bangunan yang terbuat dari konstruksi beton. "Produk ini lebih kuat dari super lem yang sudah ada, waterproof, dan dapat digunakan untuk struktur bangunan di daerah perairan," tambah Farida, mahasiswi yang pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Workshop Entrepreneur and Technology (WE&T) ini.
Tidak hanya meneliti, mereka pun memadukan ilmu yang mereka dapatkan. Basis ilmu manejemen bisnis marketing yang diperoleh Hendro dari Sistem Informasi dikombinasikan dengan basis ilmu market survei yang dimiliki Farida dari bidang Statistika.
"Fokus kami sebenarnya bukan hanya pada penelitian, melainkan bisnis marketing dan upaya memproduksinya secara massal. Maka, gagasan ini harus teruji baik secara teknis maupun market strategis," kata Hendro.
Kedua mahasiswa ini berangkat sebagai wakil Indonesia dalam tahap seleksi kompetisi Hankel Inovation Challenge 5. Kompetisi yang dihelat oleh sebuah perusahaan multinasional Henkel di Jerman ini merupakan ajang cipta ide inovatif untuk mahasiswa di tingkat internasional.
"Kategori ide yang digunakan adalah aplikasi produk futuristik yang dapat digunakan dalam jangka waktu pengembangan selama 30 tahun,'' terang Hendro.
Menariknya, meski baru pertama kali terlibat dalam kompetisi tersebut, Indonesia bisa menembus seleksi dan akan melaju ke tingkat Asean. "Dari Indonesia hanya ada dua perwakilan yang maju mewakili Indonesia untuk seleksi tingkat Asean, yakni ITS dan Universitas Indonesia (UI)," ujar Farida.
Hendro mengungkapkan, dalam seleksi yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, tersebut, mereka akan berhadapan dengan lima negara lain dari Asean. "Di sana kami mempresentasikan gagasan penelitian, market survey, dan data mining di hadapan juri untuk bisa maju ke babak selanjutnya," tuturnya.
Jika menuai sukses di Kuala Lumpur, mereka akan segera memasuki seleksi akhir yang bertempat di Polandia untuk diadu dengan peserta dari berbagai negara di dunia.(rfa)
(Sumber)
0 comments:
Posting Komentar