rss

Selasa, 21 Februari 2012

Bacharuddin Jusuf Habibie

“Mr. Crack” Si Jenius Ahli Retakan
Oleh : Muhammad Istiqlal P.

Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Putra keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo.

Sebelumnya belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.



Sebutan “Manusia multi-dimensional” muncul setelah Bacharuddin Jusuf Habibie meraih medali penghargaan “Theodore van Karman”, dari International Council of The Aeronautical Sciences (ICAS) saat kongres ke-18, di Beijing, Cina, 24 September 1992. Anugerah bergengsi tingkat internasional tempat berkumpulnya pakar-pakar terkemuka konstruksi pesawat terbang.
Di khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli dirgantara mengenal apa yang disebut Teori Habibie, Faktor Habibie, Fungsi Habibie. Fungsi, hukum, atau faktor ini berhubungan dengan perambatan retak pada logam. Sebuah metode yang belum pernah ada sebelumnya yang memprediksi secara detil perambatan retak, dengan menghitung tegangan-tegangan sisanya. Habibie juga dikenal sebagai “Mr. Crack” karena keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang.

Dalam Buku Elementary Engineering Fracture Mechanics, David Broek menulis: Habibie mengusulkan suatu prosedur yang mampu memprediksi dengan baik hasil simulasi terbang sebuah pesawat oleh Schijve. Basis dari bidang yang spesifik ini kemudian dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah struktur (salah satunya) pesawat terbang. Beberapa metode integrasi tersedia, di mana efek retardation diperhitungkan dengan cara yang semi empiris. Metode Habibie ini mirip dengan metode yang diusulkan Wheeler. Meskipun sepertinya, metode Wheeler lebih baik dalam memformulasikan zona plastis di ujung retak.



Ketika teori kelelahan dikembangkan tahun 1950-an, Habibie mengeluarkan juga metodenya tahun 1971. Salah satu metodenya diajarkan di Massachusetts Institute of Technology untuk memprediksi perambatan retak. Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, diantisipasi terlebih dahulu kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Retak yang terjadi di pesawat terbang bisa saja diakibatkan oleh jalan di landasan, take off, menanjak, cruise, menurun, landing, dan parkir.

Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10 persen dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25 persen setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang.

N-250 (Karya Beliau Yang Tak Pernah Terealisasi)


Pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Dengan demikian, secara ekonomi kinerja pesawat bisa ditingkatkan. Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat, sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatigue menjadi turun.

Kejeniusan dan prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional. Di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sementara itu penghargaan bergensi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award dan von Karman Award yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.

Kejeniusan mantan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini semakin tampak brilian ketika berhasil meraih gelar doctor ingenieur dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliah Habibie 10. Prestasi ini mengantarkan Habibie menjadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tak hanya itu, dalam disiplin ekonomi makro pernah dikenal istilah Habibienomics. Semacam pemahaman yang menegaskan bagaimana gagasan Habibie tentang pemberian nilai tambah ekonomi tinggi di setiap produksi barang dan jasa melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.




Disamping dikenal sebagai seorang ilmuwan, BJ. Habibie adalah Presiden Republik Indonesia Ke-3 dengan masa jabatan mulai dari 21 Mei 1998 sampai dengan 20 Oktober 1999. *** (Telah Muat di Harian Umum Pikiran Rakyat, 27-10-2011, rubrik Cakrawala. Penulis, juga khodim ponpes khozanaaturrohmah).
Bagikan

0 comments:


Posting Komentar

SAHABAT@1NDOTECH

1NDOTECH BLOG LIST

alexa