Penyusutan otot (deformilitas) yang dialami para penderita stroke biasanya menyebabkan mereka tidak mampu menggerakkan tubuhnya. Untuk mencegah deformilitas, penderita stroke perlu rutin melatih gerak ototnya, dan memberi stimulan elektrik.
Berdasarkan keperluan para penderita stroke itulah, seorang mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Eka Adi Saputra, membuat sebuah alat stimulasi otot yang praktis digunakan. Dia menamakan temuannya, Functional Electrical Stimulation System (FESS). FESS pun dapat menjadi alat terapi alternatif bagi para penderita stroke.
Mahasiswa Teknik Elektro ini menjelaskan, FESS bisa juga dikatakan berfungsi sebagai stimulus eksternal pengganti sinyal otak. Sebab, penderita stroke biasanya bermasalah dengan saraf-saraf tubuhnya. "Perintah dari otak untuk menggerakkan otot pun tidak tersampaikan. Akibatnya, otot menjadi tidak dapat digerakkan,” ujar Eka seperti dikutip dari situs ITS, Kamis (3/3/2011).
FESS dilengkapi dengan sebuah pengendali otomatis, Adaptive Neuro Fuzzy Inferenrence Sistem (ANFIS), yang berfungsi mengontrol seberapa cepat gerakan yang akan dilakukan otot. "Mikrokontroller ANFIS menangkap sensor sudut knee joint. Secara otomatis, proses tersebut memberikan sinyal sesuai kebutuhan pasien," kata mahasiswa angkatan 2006 ini.
Pria penyuka olahraga futsal itu memaparkan, FESS dioperasikan dengan menempelkan elektroda yang berfungsi sebagai konduktor ke kaki penderita stroke. "Elektroda itu kemudian menstimulasi otot untuk bergerak," tuturnya. Eka mengingatkan, penggunaan FESS maksimal hanya 30 menit. "Hal tersebut bertujuan agar otot tidak berkontraksi melebihi batas kemampuannya," mahasiswa asli Banyuwangi tersebut menambahkan.
Namun, FESS bukanlah satu-satunya metode untuk menyembuhkan stroke, dia hanya melatih otot penderita stroke agar tidak mengalami deformilitas. Juara Lomba Cipta Elektronika Nasional (LCEN) bidang biomedik pada 2010 lalu itu menilai, tetap perlu ada terapi saraf lainnya agar proses penyembuhan berjalan paralel. "Jika terapi saraf maupun otot dilakukan bersamaan maka penderita bisa lebih cepat mengalami kesembuhan," kata Eka.
Ide awal pembuatan FESS sebenarnya dicetuskan oleh dosen pembimbing Tugas Akhir (TA) Eka, Dr Achmad Arifin ST MEng. Eka pun meneruskan ide tersebut dan menuangkan penelitiannya ke dalam TA berjudul Desain Pengendali Adaptive Neuro Fuzzy Inference pada Sistem Restorasi Motorik dengan Functional Electrical Stimulation System. Setelah TA, Eka pun berniat melanjutkan penelitiannya ke tahap klinis. (rfa)(rhs)
0 comments:
Posting Komentar