Menjawab kebutuhan wilayah Indonesia yang rawan gempa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang rumah beton tahan gempa. (Sumber)
Ir. TAVIO, M.S., Ph.D Head of Laboratory of Concrete and Building Material Fakultas Teknik Sipil ITS mengatakan kebutuhan rumah atau gedung yang cepat huni pasca gempa sangat tinggi. Apalagi Indonesia merupakan daerah ring of fire karena adanya gunung berapi yang aktif dan secara geografis berada dekat dengan lempeng-lempeng aktif dan saling berhubungan.
Gempa di Aceh, Padang dan Yogyakarta yang terjadi beberapa waktu lalu mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa yang tidak sedikit. Rumah-rumah yang dibangun luluh-lantak dan langsung rata dengan tanah. Korban tewas tertimpa bangunan dan rumah. Padahal struktur bangunan dibuat sedemikian kuat namun ternyata tidak tahan dengan goncangan gempa.
Gempa di Aceh, Padang dan Yogyakarta yang terjadi beberapa waktu lalu mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa yang tidak sedikit. Rumah-rumah yang dibangun luluh-lantak dan langsung rata dengan tanah. Korban tewas tertimpa bangunan dan rumah. Padahal struktur bangunan dibuat sedemikian kuat namun ternyata tidak tahan dengan goncangan gempa.
“Di Padang, banyak rumah yang collapse (runtuh), rumah atau bangunan retak dan rusak. Rumah tidak tahan dengan goncangan gempa, akibatnya korban jiwa banyak,” kata TAVIO dalam konferensi pers, Selasa (09/02).
Atas dasar itulah, Research Group ITS yang diantaranya terdiri dari TAVIO, Prof. Ir. PRIYO SUPROBO, MS., Ph.D, mahasiswa S1 sampai S3 merancang rumah tahan gempa yang berbahan beton pracetak.
ITS sendiri sebenarnya sudah pernah merancang rumah tahan gempa yang berbahan kayu dan cepat bangun dengan waktu 9 jam. Namun, kayu lebih rentan terhadap kebakaran, perubahan cuaca, rayap, lapuk, dan air. Sedangkan beton cor setempat memakan waktu lebih lama dalam proses rekonstruksinya.
“Akhirnya kita rancang rumah berbahan beton menggunakan pracetak yang cepat bangun dan murah. Rumah ini juga green building system, artinya ramah lingkungan,” ujar TAVIO.
Kelebihan pracetakn adalah kekuatan terjamin atau lebih terkontrol karena dibuat dengan fabrikasi, waktu pelaksanaannya cepat, hemat biaya terutama jika diproduksi massal, lebih awet dan tahan lama.
TAVIO menambahkan rumah beton pracetak ini memiliki daktilitas (kemampuan struktur bangunan mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup) yang baik, kelenturan struktur dan tahan terhadap kerusakan. Sambungan antar kolom pracetak yang kuat bisa menahan goncangan gempa berskala 7-8 Skala Richter atau 0,3 gravitasi. Meski rusak tapi tidak sampai runtuh.
Targetnya, rumah pracetak ini sudah bisa diluncurkan pada 2011 seiring berakhirnya Program Hibah Kompetisi Institusi (PHKI) dan Riset Strategi Nasional.(git/ipg)
Rumah Pracetak Tahan Gempa Harganya 60 Juta
Rumah beton pracetak yang tahan gempa buatan Insititut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) diperkirakan akan memakan biaya sebesar Rp 50-60 juta. (Sumber)
Dengan harga tersebut, seseorang yang tinggal di wilayah gempa bisa mendapatkan rumah bertipe 36 dan terdiri dari satu lantai. Sedangkan harga untuk rumah dua lantai sebesar Rp 90 juta. Rumah ini bisa dibuat dalam waktu 3-4 hari oleh 4-5 orang.
Menurut Ir. TAVIO, M.S., Ph.D Head of Laboratory of Concrete and Building Material Fakultas Teknik Sipil ITS, jika diproduksi massal, harga dan waktu pembangunan bisa lebih murah dan cepat.
Rumah sederhana tahan gempa memang dirancang ITS dengan memperhatikan kuat, cepat bangun dan berbiaya murah.
Pembangunan rumah beton pracetak diawali dengan memasang pondasi telapak. TAVIO menyarankan agar pondasi dipasang diatas tanah yang kering. Karena tanah lunak hanya akan meningkatkan resiko goncangan gempa.
Selanjutnya, pemasangan kolom pracetak di atas pondasi. Sambungan antar kolom inilah yang akan membedakan rumah tahan gempa dan rumah biasa. Dikatakan TAVIO, untuk memperkuat rumah, sambungan menggunakan baja yang dicampur dengan fly ash atau abu terbang yang biasanya diperoleh dari limbah batu bara.
Selain itu, beton yang dipakai juga beragregat ringan. Umumnya, bisa dilihat dari berat beton yang kurang dari 1.800 kg per meter kubik.
Tahap berikutnya adalah pembangunan atap. Untuk wilayah rawan gempa, atap rumah harus tebruat dari bahan yang ringan. ITS sendiri sudah merancang atap rumah berbahan zincalume, campuran antara besi dan aluminium.
“Di simulasi kita, sudah diuji atap berbahan zincalume, sekuat besi tapi ringan karena dari aluminium. Yang lebih penting lagi, dia tidak panas,” ujar TAVIO.
Rumah pracetak ini bisa tahan dari gempa hingga skala 6-7,5 SR. Untuk gempa berkekuatan 8 SR, rumah ini bisa runtuh, tapi nyawa penghuninya selamat karena tidak tertimpa atap rumah.
Ditegaskan TAVIO, kekuatan rumah tahan gempa ini bisa disesuaikan dengan harga. Semakin mahal biaya, kekuatan rumah pracetak bisa ditingkatkan. Untuk harga murah, ITS akan lebih mengejar tingkat daktilitas atau kemampuan struktur bangunan mempertahankan kekuatan dan kekakuan.(git/ipg)
0 comments:
Posting Komentar