Ketersediaan transportasi dalam mendukung aksesibilitas masyarakat, merupakan kebutuhan mutlak dari setiap negara. Indonesia, dengan penduduk yang tersebar luas, tentunya membutuhkan jaringan transportasi yang baik dan tepat untuk memudahkan setiap penduduk dalam menjalankan aktifitasnya. Selain itu, ketersediaan infrastruktur sebagai faktor pendukung dalam trasportasi adalah keharusan. Di dunia, infrastruktur yang ada saat ini adalah jembatan konvensional yang berada diatas permukaan atau inmerge dan tunnel underground. Keduanya, baik dari segi pengerjaan maupun biaya, membutuhkan waktu pengerjaan yang cukup lama dan biaya yang tidak murah.
“Sejak tahun 2006, Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi (PTIST) BPPT telah melakukan kajian tentang Submerge Floating Tunnel (SFT) atau terowongan layang bawah air. SFT ini, merupakan pengembangan dari infrastruktur yang telah lama ada”, tutur Kepala Bidang Teknologi Prasarana Transportasi PTIST BPPT Djoko Prijo Utomo, kamis (11/02).
Menurut Djoko, SFT mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan jembatan inmerge dan tunnel underground. “Dari segi volume pengerjaan, SFT tidak memiliki volume terlalu banyak karena kita tidak perlu membuat tiang-tiang pemancang seperti pada jembatan inmerge. Tentunya hal tersebut akan sangat mempengaruhi pada cost yang harus dikeluarkan”.
“Dengan tim yang berjumlah delapan orang, bersama mitra industri kami telah melakukan analisa numerik dan uji coba teknis lainnya”, ungkap perekayasa PTIST Wimpie A N Aspar, yang juga merupakan salah satu anggota tim dikesempatan yang sama.
Wimpie mengatakan, bahwa saat ini tim sudah pada tahap finalisasi disain dan kajian prototipe. “Prototipe ini nantinya akan dipasang di kepulauan seribu dengan bentang 150 meter. Adapun bahan material yang akan dipergunakan adalah beton”, tambahnya.
Berbicara tentang faktor keamanan dan efek lain yang ditimbulkan olef SFT nantinya, Wimpie menjelaskan bahwa tim sudah melakukan banyak uji coba pada lab. “Faktor safety adalah poin utama dalam SFT, untuk itu kita sudah memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi, termasuk resiko gempa. Selain itu, kita juga akan melakukan kajian tentang efek SFT pada ekosistem laut tempat dipasangnya SFT ini”.
Lebih jauh Djoko mengatakan, permasalahan utama yang dihadapi tim adalah minimnya referensi tentang SFT. “Saat ini, pengembangan SFT adalah yang pertama di dunia, jadi kita dituntut untuk melakukan improvisasi. Memang ada negara lain yang juga meneliti tentang SFT, tetapi belum ada yang berani memastikan kapan akan dibuat”.
Djoko dan Wimpie optimis, jika persoalan teknis dan pembiayaan terpenuhi, tahun 2012 pembangunan SFT sudah bisa mulai dilakukan. “Kita akan menjadi negara pertama didunia yang menerapkan SFT, bila hal tersebut dapat terealisasi. Hal itu akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Disamping dari sisi lain, dengan adanya SFT, akan mempercepat pertumbuhan pembangunan dan perekonomian nasional. Tentunya hal tersebut sejalan dengan visi BPPT”, kata Djoko.
(KYRA/humas)
(Sumber)
0 comments:
Posting Komentar