Instalasi pengolah limbah cair konvensional yang menggunakan mikrobiologi untuk mengurai limbah organik dan kimia membutuhkan waktu hingga tujuh hari. Anto Tri Sugiarto (37), periset LIPI, berhasil mempercepat proses itu dengan teknologi plasma hingga dalam hitungan menit.
Teknologi plasma seperti petir. Teknologi ini menghasilkan loncatan elektron di dalam air yang saya manfaatkan untuk menjernihkan air dalam waktu relatif cepat,” kata Anto, periset pada Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/6).
Anto menjelaskan, teknologi plasma dihasilkan dari dua elektroda bermuatan listrik sampai 10.000 volt (V). Teknologi plasma akan berupa loncatan elektron yang terjadi bilamana dilewatkan aliran air (limbah) melalui dua elektroda.
”Loncatan elektron menimbulkan ionisasi,” kata Anto.
Selanjutnya, pada limbah dialirkan ozon dan diberi sinar ultraviolet (UV) agar terjadi proses penguraian limbah hingga menghasilkan air yang jernih.
Kualitas air yang dihasilkan dari limbah dapat disesuaikan dengan ambang batas baku mutu limbah cair buang atau ditingkatkan lagi menjadi sumber air baku untuk air minum.
Anto menerapkan teknologi ini di beberapa lokasi. Teknologi yang diberi nama Advanced Oxidation Processes (AOP) itu di antaranya diaplikasikan di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Khusus di Sukoharjo, menurut Anto, alat AOP diterapkan secara mobile (bergerak) di dalam truk. Air limbah yang diolah diambil dari berbagai tempat, yaitu limbah dari beberapa industri.
”Pada prinsipnya, semua jenis limbah cair dapat diuraikan tanpa menimbulkan sisa limbah padat. Proses pengolahan limbah yang berasal dari bahan organik akan jauh lebih cepat,” kata Anto.
Beberapa rumah sakit juga telah menerapkan AOP yang dirancang Anto, di antaranya rumah sakit di Depok, Bandung, dan Cirebon, Jawa Barat.
Industri cat di Tangerang, Banten, dan pabrik pestisida di Gresik, Jawa Timur, juga memanfaatkan AOP. Alat AOP ukuran paling kecil dirancang mampu mengolah limbah kapasitas 100 meter kubik hingga 500 meter kubik per hari dengan investasi Rp 450 juta per unit.
”Makin besar kapasitas air limbah yang diolah, makin tinggi nilai investasinya,” kata Anto.
Industri tekstil di Bandung hingga kini masih kesulitan dana untuk menerapkan AOP sebab kapasitas air limbahnya besar, minimum 1.000 meter kubik per hari.
Menghemat tempat
Anto menjelaskan, manfaat pengolahan limbah menggunakan AOP yaitu selain menghemat waktu juga menghemat tempat. Limbah yang diolah secara konvensional selama tujuh hari tentu membutuhkan kolam-kolam penampungan limbah yang tidak kecil.
”Namun, dengan AOP, air limbah yang dihasilkan pabrik akan langsung diolah dan menghasilkan air yang dapat dimanfaatkan langsung sesuai kebutuhan,” kata Anto.
Instalasi AOP juga tidak memakan banyak tempat. Keuntungan lain, biaya operasional dan perawatan AOP tergolong rendah. ”Pengolahan limbah dengan AOP tidak menghasilkan limbah zat padat. AOP juga menjernihkan limbah keruh dan berwarna,” kata Anto.
AOP untuk mengolah limbah industri dengan teknologi plasma ini merupakan hasil pengembangan studi Anto di Jepang. Anto mematenkan temuan reaktor plasma itu pada tahun 2002 di Jepang. Saat itu, ia masih bekerja di Universitas Gunma, Jepang.
Anto mendapat gelar doktor di bidang pengembangan teknologi plasma di Jepang. Pada tahun 2004, Anto pulang ke Tanah Air dan bergabung ke LIPI hingga sekarang.
”Teknologi AOP pada intinya menghasilkan hidroksil radikal yang dapat dimanfaatkan untuk menguraikan limbah melalui rangkaian proses ozon, plasma, dan penyinaran ultraviolet,” kata Anto.
Menurut Anto, AOP menghasilkan oksidasi yang jauh lebih cepat dan tidak mengendapkan berbagai unsur di dalam limbah. Unsur kimia pun terurai sehingga tidak ada endapan.
Anto memaparkan, hasil analisis limbah cair dari industri cat di Tangerang semula kandungan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) mencapai 11.000 bagian per sejuta (ppm). Setelah diolah dengan AOP, air limbah itu menjadi sesuai baku mutu dari Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu 200 ppm. ”Limbah industri resin termasuk sulit terurai,” kata Anto.
Kombinasi arang aktif
Anto mengombinasikan AOP dengan arang aktif. Air limbah yang sudah diolah dalam AOP disaring kembali melewati arang aktif untuk menyerap mikropolutan yang masih ada.
”Metode kombinasi ini efektif dalam menurunkan COD hingga 95 persen,” kata Anto.
Untuk menunjang efisiensi pengolahan air limbah dengan COD tinggi, menurut Anto, ditambahkan larutan hidrogen peroksida 50 persen.
Contoh untuk analisis diambil dari tujuh titik pengeluaran limbah dari proses pabrik cat.
Reaktor AOP yang digunakan terdiri atas tabung baja tahan karat berukuran panjang 30 sentimeter (cm) dan dengan diameter 10 cm.
Panjang gelombang lampu ultraviolet yang digunakan 253,7 nanometer (nm) dan ditempatkan di tengah tabung. Gas ozon diinjeksikan ke dalam reaktor AOP dengan generator berkapasitas 6 gram per hari.
Kontribusi Anto ini memberi sumbangan besar bagai industri untuk bertindak nyata memulihkan lingkungan yang telah dicemari sekian lama. Nawa Tunggal
Kompas
Jumat, 24 Juni 2011
”Loncatan elektron menimbulkan ionisasi,” kata Anto.
Selanjutnya, pada limbah dialirkan ozon dan diberi sinar ultraviolet (UV) agar terjadi proses penguraian limbah hingga menghasilkan air yang jernih.
Kualitas air yang dihasilkan dari limbah dapat disesuaikan dengan ambang batas baku mutu limbah cair buang atau ditingkatkan lagi menjadi sumber air baku untuk air minum.
Anto menerapkan teknologi ini di beberapa lokasi. Teknologi yang diberi nama Advanced Oxidation Processes (AOP) itu di antaranya diaplikasikan di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Khusus di Sukoharjo, menurut Anto, alat AOP diterapkan secara mobile (bergerak) di dalam truk. Air limbah yang diolah diambil dari berbagai tempat, yaitu limbah dari beberapa industri.
”Pada prinsipnya, semua jenis limbah cair dapat diuraikan tanpa menimbulkan sisa limbah padat. Proses pengolahan limbah yang berasal dari bahan organik akan jauh lebih cepat,” kata Anto.
Beberapa rumah sakit juga telah menerapkan AOP yang dirancang Anto, di antaranya rumah sakit di Depok, Bandung, dan Cirebon, Jawa Barat.
Industri cat di Tangerang, Banten, dan pabrik pestisida di Gresik, Jawa Timur, juga memanfaatkan AOP. Alat AOP ukuran paling kecil dirancang mampu mengolah limbah kapasitas 100 meter kubik hingga 500 meter kubik per hari dengan investasi Rp 450 juta per unit.
”Makin besar kapasitas air limbah yang diolah, makin tinggi nilai investasinya,” kata Anto.
Industri tekstil di Bandung hingga kini masih kesulitan dana untuk menerapkan AOP sebab kapasitas air limbahnya besar, minimum 1.000 meter kubik per hari.
Menghemat tempat
Anto menjelaskan, manfaat pengolahan limbah menggunakan AOP yaitu selain menghemat waktu juga menghemat tempat. Limbah yang diolah secara konvensional selama tujuh hari tentu membutuhkan kolam-kolam penampungan limbah yang tidak kecil.
”Namun, dengan AOP, air limbah yang dihasilkan pabrik akan langsung diolah dan menghasilkan air yang dapat dimanfaatkan langsung sesuai kebutuhan,” kata Anto.
Instalasi AOP juga tidak memakan banyak tempat. Keuntungan lain, biaya operasional dan perawatan AOP tergolong rendah. ”Pengolahan limbah dengan AOP tidak menghasilkan limbah zat padat. AOP juga menjernihkan limbah keruh dan berwarna,” kata Anto.
AOP untuk mengolah limbah industri dengan teknologi plasma ini merupakan hasil pengembangan studi Anto di Jepang. Anto mematenkan temuan reaktor plasma itu pada tahun 2002 di Jepang. Saat itu, ia masih bekerja di Universitas Gunma, Jepang.
Anto mendapat gelar doktor di bidang pengembangan teknologi plasma di Jepang. Pada tahun 2004, Anto pulang ke Tanah Air dan bergabung ke LIPI hingga sekarang.
”Teknologi AOP pada intinya menghasilkan hidroksil radikal yang dapat dimanfaatkan untuk menguraikan limbah melalui rangkaian proses ozon, plasma, dan penyinaran ultraviolet,” kata Anto.
Menurut Anto, AOP menghasilkan oksidasi yang jauh lebih cepat dan tidak mengendapkan berbagai unsur di dalam limbah. Unsur kimia pun terurai sehingga tidak ada endapan.
Anto memaparkan, hasil analisis limbah cair dari industri cat di Tangerang semula kandungan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) mencapai 11.000 bagian per sejuta (ppm). Setelah diolah dengan AOP, air limbah itu menjadi sesuai baku mutu dari Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu 200 ppm. ”Limbah industri resin termasuk sulit terurai,” kata Anto.
Kombinasi arang aktif
Anto mengombinasikan AOP dengan arang aktif. Air limbah yang sudah diolah dalam AOP disaring kembali melewati arang aktif untuk menyerap mikropolutan yang masih ada.
”Metode kombinasi ini efektif dalam menurunkan COD hingga 95 persen,” kata Anto.
Untuk menunjang efisiensi pengolahan air limbah dengan COD tinggi, menurut Anto, ditambahkan larutan hidrogen peroksida 50 persen.
Contoh untuk analisis diambil dari tujuh titik pengeluaran limbah dari proses pabrik cat.
Reaktor AOP yang digunakan terdiri atas tabung baja tahan karat berukuran panjang 30 sentimeter (cm) dan dengan diameter 10 cm.
Panjang gelombang lampu ultraviolet yang digunakan 253,7 nanometer (nm) dan ditempatkan di tengah tabung. Gas ozon diinjeksikan ke dalam reaktor AOP dengan generator berkapasitas 6 gram per hari.
Kontribusi Anto ini memberi sumbangan besar bagai industri untuk bertindak nyata memulihkan lingkungan yang telah dicemari sekian lama. Nawa Tunggal
Kompas
Jumat, 24 Juni 2011
0 comments:
Posting Komentar