Jakarta, Kompas - Sebagai negara yang memiliki bahan baku biomassa terbesar di Asia, Indonesia disepakati menjadi Pusat Biokilang di Asia Tenggara. Untuk itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan institusi terkait akan menyiapkan rencana strategis dan kerangka kerja operasionalnya.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Prof Dr Bambang Prasetya selaku Wakil Indonesia (National Focal Point) pada Subkomite Bioteknologi tingkat ASEAN saat penutupan ASEAN-Korea Symposium and Workshop on Biorefinery Technology, di Hotel Mercure Ancol, Sabtu (20/2). Pertemuan tiga hari ini dihadiri 70 peserta dari 10 negara Asia Tenggara, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman.
Selain pendirian jejaring teknologi biokilang di ASEAN, disepakati pula perluasan hubungan jejaring dengan institusi di Korea dan Jepang. ”Pada masa mendatang diharapkan perluasan hingga mencakup negara Asia Pasifik,” tambah Bambang. Pendirian jejaring ini mendapat dukungan dari Prof Dr Giobin Lim, Ketua Korean Society for Biotechnology and Bioengineering, dan Prof Dr Takashi Watanabe, pakar konversi biomassa dari Universitas Kyoto Jepang.
Untuk pendirian Jejaring ASEAN di bidang teknologi biokilang disepakati berbagai kegiatan antara lain pertukaran informasi tentang riset iptek, pelatihan dan pertukaran ilmuwan antaranggota ASEAN, dan berbagi fasilitas riset serta mendorong inovasi di bidang biokilang bagi masyarakat.
Pada simposium diungkapkan berbagai solusi teknologi bersih untuk menghasilkan bahan bakar alternatif nonminyak. Dan pengembangan bioetanol generasi ketiga yang menggunakan mikroalga untuk memproduksi biohidrogen yang tidak mengeluarkan emisi CO.
Pemanfaatan biomassa
Indonesia akan memfokuskan kegiatan riset pada pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar dan pengganti petrokimia. ”Biomassa memiliki prospek yang baik sebagai bioenergi yang ramah lingkungan serta dapat menggantikan bahan yang berbasis petrokimia,” ujar Bambang.
Karena itu, dalam lima tahun mendatang riset ini ditargetkan telah masuk ke tahap komersial dengan mengintegrasikan industri gula dan kelapa sawit.
Bambang, yang juga Ketua Konsorsium Bioteknologi Indonesia, menjelaskan, Indonesia lebih memilih teknologi biokilang etanol generasi kedua dengan memanfaatkan bahan limbah selulosa yang berpotensi sangat tinggi. Upaya ini telah dirintis LIPI bekerja sama dengan Jurusan Kimia Universitas Indonesia.
Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata dalam sambutan simposium mengatakan, Indonesia memiliki berbagai sumber energi terbarukan yang melimpah dan prospektif. Ia menekankan, teknologi produksi bersih dan konsep tanpa limbah atau limbah nol menjadi platform dalam mengembangkan teknologi di Indonesia. (YUN)
Kompas, 22 Februari 2010
(Sumber)
0 comments:
Posting Komentar