Bogor (ANTARA News) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) membangun satelit penginderaan jauh untuk mendukung program ketahanan pangan.
Nota kesepahaman (MoU) kerja sama tersebut ditandatangani oleh Rektor IPB Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto dan Kepala LAPAN Dr Adi Sadewo Salatun, MSc di kampus IPB, Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Pembuatan satelit tersebut diperkirakan menelan dana Rp180 miliar. Satelit yang diberi nama Lisat (Lapan-IPBSat) itu direncanakan bisa diluncurkan pada 2014.
"Pada 2009 kami sudah melakukan kajian awal dengan anggaran riset IPB," kata Herry Suhardiyanto.
Tahap konstruksi, katanya, akan dilakukan pada 2010 hingga 2014 dan satelit diperkirakan bisa mulai dimanfaatkan pada 2015 hingga 2019.
Ia mengatakan, keberadaan satelit ini sangat penting untuk membangun sistem data tentang ketahanan pangan dengan akurasi tinggi.
"Dengan demikian program pembangunan bisa dirumuskan lebih akurat dan alokasi anggaran lebih tepat," katanya seraya menambahkan untuk tahap awal satelit akan difokuskan pada pengamatan lahan persawahan.
Hasil pencitraan satelit, lanjut dia, akan dimanfaatkan untuk melihat produktifitas lahan, termasuk kaitan dengan pola tanam dan pola panen di setiap wilayah.
"Jadi kita bisa melakukan `precision farming`. Perkiraan dan target produksi padi tidak lagi hanya didasarkan pada ramalan-ramalan seperti sekarang," katanya.
Sementara itu, Kepala LAPAN Dr Adi Sadewo Salatun MSc mengatakan, Lisat dibuat berdasar pengalaman Lapan membangun Lapan Twinsat.
"Dari Lapan Twinsat bisa diketahui apa yang dibutuhkan untuk pertanian. Dari situlah dikembangkan Lisat," katanya.
Satelit tersebut akan bekerja sebagai satelit penginderaan jauh yang membawa kamera dilengkapi filter berspektrum khusus untuk pertanian.
Data kamera, kata dia, bisa langsung dikirim ke bawah atau disimpan untuk dianalisa lebih lanjut.
Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB Dr Ir Irzaman, MSi mengatakan, dengan memanfaatkan satelit ini target produksi padi yang ditetapkan pemerintah setiap tahun bisa tercapai.
"Kita bisa merencanakan dan mengawasi serta melakukan panen pada saat yang tepat," tambahnya.
Tahun 2010 pemerintah menargetkan produksi 65 juta ton gabah kering giling.
"Satelit juga bisa memetakan sawah mana yang masih produktif dan mana yang sudah tidak produktif lagi," katanya.
Irizaman mengakui, meski sudah mendapat dukungan Menteri Pendidikan Nasional, pengajuan dana sebesar Rp180 miliar tersebut belum mendapat persetujuan DPR.
Namun ia optimistis anggaran tersebut bisa dipenuhi karena masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan satelit impor yang harganya bisa mencapai Rp4 triliun.(S022/A038)
COPYRIGHT © 2010
(Sumber)
"Dengan demikian program pembangunan bisa dirumuskan lebih akurat dan alokasi anggaran lebih tepat," katanya seraya menambahkan untuk tahap awal satelit akan difokuskan pada pengamatan lahan persawahan.
Hasil pencitraan satelit, lanjut dia, akan dimanfaatkan untuk melihat produktifitas lahan, termasuk kaitan dengan pola tanam dan pola panen di setiap wilayah.
"Jadi kita bisa melakukan `precision farming`. Perkiraan dan target produksi padi tidak lagi hanya didasarkan pada ramalan-ramalan seperti sekarang," katanya.
Sementara itu, Kepala LAPAN Dr Adi Sadewo Salatun MSc mengatakan, Lisat dibuat berdasar pengalaman Lapan membangun Lapan Twinsat.
"Dari Lapan Twinsat bisa diketahui apa yang dibutuhkan untuk pertanian. Dari situlah dikembangkan Lisat," katanya.
Satelit tersebut akan bekerja sebagai satelit penginderaan jauh yang membawa kamera dilengkapi filter berspektrum khusus untuk pertanian.
Data kamera, kata dia, bisa langsung dikirim ke bawah atau disimpan untuk dianalisa lebih lanjut.
Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB Dr Ir Irzaman, MSi mengatakan, dengan memanfaatkan satelit ini target produksi padi yang ditetapkan pemerintah setiap tahun bisa tercapai.
"Kita bisa merencanakan dan mengawasi serta melakukan panen pada saat yang tepat," tambahnya.
Tahun 2010 pemerintah menargetkan produksi 65 juta ton gabah kering giling.
"Satelit juga bisa memetakan sawah mana yang masih produktif dan mana yang sudah tidak produktif lagi," katanya.
Irizaman mengakui, meski sudah mendapat dukungan Menteri Pendidikan Nasional, pengajuan dana sebesar Rp180 miliar tersebut belum mendapat persetujuan DPR.
Namun ia optimistis anggaran tersebut bisa dipenuhi karena masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan satelit impor yang harganya bisa mencapai Rp4 triliun.(S022/A038)
COPYRIGHT © 2010
(Sumber)
0 comments:
Posting Komentar